Legislator Kaltim Serukan Pemerataan Tenaga Kesehatan untuk Atasi Kekurangan Dokter di Daerah Terpencil

Legislator Kaltim Serukan Pemerataan Tenaga Kesehatan untuk Atasi Kekurangan Dokter di Daerah Terpencil
Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Andi Satya Adi Saputra. (ist)

DIGTALPOS.com, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Andi Satya Adi Saputra, menyampaikan keprihatinannya atas kekurangan tenaga dokter yang terjadi di wilayahnya. Menurutnya, Kaltim menghadapi masalah serius dalam hal penyediaan dokter, dengan jumlah yang masih jauh dari standar ideal yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menyarankan rasio dokter terhadap penduduk sebesar 1:1.000, yang berarti Kaltim yang memiliki populasi sekitar 4.050.079 jiwa pada 2024, seharusnya membutuhkan sekitar 4.000 dokter. Namun, saat ini jumlah dokter yang tersedia hanya sekitar 2.000 orang.

“Kekurangan dokter di Kaltim sangat mencolok. Di tengah jumlah penduduk yang terus berkembang, rasio ini jelas tidak memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat,” ungkap Adi, Kamis (14/11/2024).

Kaltim memiliki dua universitas yang membuka fakultas kedokteran, yaitu Universitas Mulawarman (Unmul) dan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT). Kendati begitu, Adi menyatakan, kedua universitas ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan dokter dalam jumlah yang memadai. “Unmul hanya dapat meluluskan sekitar 100 dokter setiap tahun, sementara UMKT belum memiliki lulusan. Dengan kekurangan 2.000 dokter, jelas kita membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menutup celah tersebut,” jelasnya.

Selain jumlah dokter yang kurang, Adi juga menyoroti masalah distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata. Kebanyakan dokter terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Samarinda, Balikpapan, dan Bontang, sementara daerah-daerah terpencil di Kaltim masih kekurangan tenaga medis yang memadai. “Sekitar 80 persen dokter di Kaltim ada di tiga kota besar. Ini menyebabkan ketimpangan akses layanan kesehatan, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota,” tuturnya.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, Adi mengusulkan agar pemerintah mengatur regulasi yang mewajibkan lulusan kedokteran untuk kembali ke daerah asal mereka, khususnya bagi mereka yang berasal dari daerah terpencil. “Kebanyakan mahasiswa kedokteran berasal dari kota besar. Seharusnya ada aturan yang mengharuskan mereka untuk kembali ke daerah asal mereka setelah lulus. Ini penting agar ketimpangan ini bisa segera teratasi,” tambahnya.

Andi juga menekankan pentingnya pemberian insentif untuk menarik dokter agar bersedia bekerja di daerah-daerah terpencil. Menurutnya, fasilitas yang memadai, insentif tambahan, dan peluang karier yang lebih baik menjadi faktor penentu untuk menarik tenaga medis ke wilayah-wilayah yang kurang terlayani. “Seperti yang telah dilakukan di Bontang, pemerintah harus hadir dengan memberikan fasilitas yang layak dan kesejahteraan bagi dokter yang bertugas di daerah terpencil,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Adi menegaskan, untuk menarik dokter ke daerah terpencil, kesejahteraan mereka harus terjamin. Fasilitas yang baik dan akses infrastruktur yang memadai juga menjadi kunci utama. “Jika kesejahteraan dokter terjamin, dengan fasilitas yang memadai dan akses yang baik, saya yakin dokter akan siap bertugas di daerah terpencil. Pemerintah harus memberikan perhatian serius terhadap aspek ini,” tandasnya.

Dengan langkah-langkah konkret untuk pemerataan tenaga kesehatan, Adi berharap dapat memastikan setiap warga Kaltim, di mana pun mereka berada, dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas tanpa terkendala oleh faktor geografis. Upaya pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah ini sangat diperlukan agar kesenjangan kesehatan dapat diminimalisir. (Adv)

Penulis: PujiEditor: Redaksi