DIGTALPOS.com, Bontang – Sejumlah nelayan Bontang kini hanya terombang-ambing di pelabuhan tak bisa berlayar, bukan karena cuaca buruk, melainkan karena dokumen Standar Laik Operasi (SLO) tak kunjung terbit.
Bakhtiar, salah satu nelayan, menuturkan bahwa mereka telah berulang kali mencoba mengurus kelengkapan dokumen, namun prosesnya terhenti di tengah jalan. Pemeriksaan fisik kapal yang menjadi syarat pengajuan SLO pun kini memakan waktu lama karena tidak adanya petugas pemeriksa di lapangan.
“Petugas pemeriksa kapal tidak ada. Kami sudah siap, tapi kapal belum bisa dicek, jadi SLO juga belum bisa keluar,” ujar Bakhtiar, Selasa (11/11/2025).
SLO adalah syarat mutlak bagi kapal berukuran di atas 7 Gross Tonnage (GT) untuk mendapatkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Tanpa itu, kapal dianggap belum layak operasi. Artinya, nelayan tidak boleh melaut, meski kapal mereka dalam kondisi prima dan siap digunakan.
Ironisnya, di Bontang sebenarnya sudah ada petugas penerbit SLO. Namun, tidak ada seorangpun yang berani menandatangani dokumen karena belum memiliki dasar hukum berupa Sertifikat Kelaikan Kapal Perikanan (SKKP) yang diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Petugas di sini ada, tapi mereka tidak bisa tanda tangan karena belum ada SKKP. Jadi kapal tetap tertahan di pelabuhan,” ucap Bakhtiar kecewa.
Senada dengan itu, Rusli yang juga merupakan nelayan Bontang menuturlan, masalah ini berawal dari kebijakan pemerintah yang mengalihkan kewenangan penerbitan kelayakan kapal dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di bawah Kementerian Perhubungan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Sejak peralihan itu, seluruh proses pemeriksaan fisik, sertifikasi, hingga penerbitan SLO berada di bawah tanggung jawab KKP. Namun di lapangan, kebijakan tersebut justru menimbulkan kebingungan. Petugas pemeriksa di daerah terbatas, bahkan untuk wilayah Bontang tidak ada yang tetap bertugas.
Akibatnya, kapal-kapal yang sudah siap melaut harus menunggu tanpa kepastian. Padahal, SLO menjadi syarat wajib untuk memperoleh SPB. Tanpa dokumen itu, kapal dianggap belum laik operasi, meski secara teknis siap berangkat.
“Dulu saat masih di KSOP, pengurusan cepat. Sekarang semua di KKP, tapi petugasnya jauh. Kami sabar, tapi laut tidak menunggu,” tutur Rusli lirih.
Para nelayan meminta pemerintah segera menugaskan petugas penerbit SLO dan pemeriksa kelayakan kapal di Bontang agar pelayanan tidak bergantung pada pejabat di luar daerah. Keduanya juga berharap ada kebijakan khusus untuk mempercepat penerbitan dokumen bagi daerah pesisir Kalimantan Timur.
“Kami hanya ingin kembali bekerja. Jangan sampai aturan yang tujuannya baik malah mematikan penghidupan kami,” tutupnya. (*)













