Terbongkar! Sindikat Perdagangan Bayi Berkedok Adopsi, Perempuan Lansia Jadi Otak Utama

Terbongkar! Sindikat Perdagangan Bayi Berkedok Adopsi, Perempuan Lansia Jadi Otak Utama
Sejumlah tersangka digiring untuk dihadirkan saat rilis pengungkapan kasus perdagangan manusia dengan korban bayi di Mapolda Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Kamis (17/7/2025). Sumber foto: ANTARA FOTO/Novrian Arbi

DIGTALPOS.com, Bandung – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat berhasil mengamankan salah satu buronan utama dalam kasus perdagangan bayi berkedok adopsi yang menghebohkan publik. Pelaku berinisial L.S atau L.I alias Popo, seorang perempuan lansia berusia 69 tahun, ditangkap saat hendak melarikan diri ke luar negeri melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

L.S disebut sebagai “aktor sentral” dalam jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini. Ia telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 2023, dan selama ini berperan sebagai agen utama yang menghubungkan para korban dengan pihak-pihak yang ingin mengadopsi bayi—dalam praktik yang sebenarnya adalah jual beli manusia.

“L.S berperan besar sebagai pengatur jalur adopsi ilegal, baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri seperti Singapura,” ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol. Hendra Rochmawan dalam keterangannya, Sabtu (20/7/2025).

Dilansir BBC Indonesia.com, dari total 16 orang tersangka yang terlibat dalam sindikat ini, 14 orang telah berhasil diamankan. Dua orang sisanya masih dalam pencarian dan telah ditetapkan sebagai DPO.

Polisi menyebut sindikat ini telah menjual sedikitnya 25 bayi ke berbagai wilayah di Indonesia dan ke luar negeri. Modus operandi mereka terbilang rapi: menyamar sebagai lembaga atau individu yang menyediakan layanan adopsi bagi keluarga yang ingin mengadopsi anak, padahal kenyataannya mereka membeli bayi dari perempuan yang rentan dan menjualnya kembali demi keuntungan besar.

Salah satu korban, Erika Ratna Sari, menceritakan kisah pilunya saat dipaksa menyerahkan bayi yang baru saja dilahirkannya. Kejadian itu terjadi di sebuah klinik persalinan di Jakarta.

“Dia terus menekan saya supaya memberikan bayi saya. Katanya saya harus membayar biaya persalinan Rp3,5 juta atau anak saya ditahan. Waktu itu memang suami saya enggak punya duit sama sekali,” ungkap Erika dengan suara lirih.

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sindikat ini memang kerap menyasar perempuan hamil yang sedang dalam kondisi terdesak atau putus asa, terutama mereka yang tak mampu membayar biaya persalinan, atau mengalami tekanan sosial karena kehamilan yang tidak diinginkan.

Pengungkapan kasus ini menjadi momentum penting bagi aparat penegak hukum untuk memperketat pengawasan terhadap klinik persalinan dan proses adopsi di Indonesia. KPAI mendesak agar pemerintah memperkuat sistem perlindungan bagi ibu dan anak, serta menindak tegas pihak-pihak yang mengeksploitasi kondisi ekonomi sebagai ladang kejahatan kemanusiaan.

Polda Jawa Barat memastikan akan terus mengembangkan penyelidikan hingga seluruh pelaku sindikat ini berhasil ditangkap dan diadili. (*)

Penulis: RedEditor: Redaksi