DIGTALPOS.com, Samarinda – Kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa empat siswa di salah satu sekolah di Samarinda mengguncang kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan. Ironisnya, pelaku diduga merupakan oknum pembina pramuka, sosok yang seharusnya menjadi teladan dalam membentuk karakter generasi muda.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, menyebut peristiwa ini sebagai tamparan keras bagi sistem pendidikan.
“Sangat mengecewakan. Pramuka itu wadah pembentukan karakter. Di sana anak-anak diajarkan kepemimpinan, tanggung jawab, hingga nilai kemanusiaan. Ketika justru terjadi pelecehan oleh pembina, ini mencoreng nama baik gerakan Pramuka,” tegas Damayanti, Senin (30/6/2025).
Ia menilai, kasus ini tidak bisa dianggap enteng. Semua pihak harus turut bertanggung jawab dalam menciptakan ruang aman bagi anak—terutama di lingkungan sekolah.
“Perlindungan anak bukan hanya tugas pemerintah. Masyarakat, sekolah, dan seluruh elemen harus terlibat. Jangan sampai tempat yang seharusnya aman justru berubah menjadi ruang trauma,” katanya.
Meski proses penanganan kasus ini masih menghadapi kendala bukti, tim reaksi cepat perlindungan perempuan dan anak telah mulai mengawal prosesnya. Damayanti mengingatkan bahwa pelecehan tak hanya dalam bentuk fisik, namun juga bisa bersifat verbal.
“Hal-hal seperti siulan atau komentar merendahkan sering dianggap sepele. Padahal itu juga bagian dari pelecehan. Kita harus mulai menyadari pentingnya membangun ruang aman bagi anak, bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun,” ujarnya.
Komisi IV DPRD Kaltim, kata dia, akan terus memantau jalannya penyelidikan dan menjadikan kasus ini sebagai catatan penting untuk perbaikan sistem perlindungan anak ke depan.
“Sekolah itu harusnya menjadi tempat yang membesarkan rasa percaya diri anak. Bukan malah membuat mereka pulang dengan luka batin,” tutupnya. (Adv)