Kepala BPBD Bontang Tanggapi Pernyataan Kabag Hukum Setda Dalam Konsultasi Publik Soal Hak Penyandang Disabilitas

Kepala BPBD Bontang Tanggapi Pernyataan Kabag Hukum Setda Dalam Konsultasi Publik Soal Hak Penyandang Disabilitas

DIGTALPOS.com, Bontang – Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bontang, Usman, tanggapi pernyataan Kabag Hukum Setda yang memohon kepada pihak swasta memenuhi hak dan kebutuhan penyandang disabilitas dalam hal pekerjaan.

Tanggapan disampaikan Usman, usai Setda Bontang mendeskripsikan spesifikasi peraturan menyangkut penyandang disabilitas yang di konsultasikan bersama dewan dan berbagai perewakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), di Kantor DPRD Bontang, pada Selasa (9/7/2024).

Usman justru menyoroti pemerintah yang diketahui harusnya menampung 2 persen penyandang disabilitas. “Justru yang saya soroti adalah pemerintah sebenarnya. Oke, swasta juga wajib karena ada 1 persen. Tetapi pemerintah itu 2 persen,” ucapnya.

Usman mengaku dulunya bekerja di Disnaker sebagai Kabid Penempatan Tenaga Kerja. Di sana dia melihat langsung tidak ada satu pun penyandang disabilitas yang dipekerjakan.

“Saya tidak salahkan Disnaker ya, di sana waktu itu saya salahkan diri saya, karena tidak ada satu pun disabilitas yang bekerja tu. Padahal berjuang untuk penempatan tenaga kerja,” bebernya.

Usman pun mengherankan, bagaimana bisa pemerintah yang memerintahkan pihak swasta dan pihak perusahaan memenuhi aturan namun pemerintah sendiri tidak menjalankannya.

“Bagaimana mau (kritik) yang lainnya, kita sendiri tidak menjalankan. Kalau perlu, nanti kalau ada penempatan tenaga kerja, perusahaan buat list sendiri,” tuturnya.

Lebih jauh Usman mempertanyakan Legislator Bontang. Apakah di kantornya ada penyandang disabilitas yang dipekerjakan atau tidak. Namun dia berharap jangan sampai Perda ini terbit tapi tidak dijalankan.

“Tadi disoroti di swasta. Tapi apakah di instansi pemerintah sendiri sudah menerapkan syaratnya 2 persen ini. Apakah, di DPRD Bontang sendiri, ada disabilitas yang dipekerjakan di sini?,” sebutnya.

Ditempat yang sama, perwakilan PT Karya Samudera Sejati (KSS) menyambungkan apa yang disampaikan Usman. Menurutnya dalam Raperda tidak ditemukan kriteria disabilitas. Apakah yang dimaksud disabilitas ini saat dia bekerja kemudian mengalami kecelakaan, atau kah untuk masuk ke perusahaan harus disabilitas dulu.

“Saya melihat di Raperda ini tidak menyebutkan kriteria disabilitas. Karena tidak menutup kemungkinan di perusahaan itu bisa saja, ada namanya penyakit akibat kerja. Entah pendengarannya berkurang, kemudian melihat mungkin sudah kabur dan sebagainya,” tanya dia.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Kabag Hukum Setda Bontang, mengatakan terkait pernyataan Kepala BPBD, perusahaan dan Pemda tidak dibeda-bedakan.

“Ketika larangan yang ada itu dilanggar oleh perusahaan maupun pemerintah daerah terkait masalah hak difabel, di situlah sanksi itu diterapkan. Kemudian kenapa hanya perusahaan saja yang ditekankan, sebenarnya dari awal saya sampaikan bahwa kewajiban Pemda, BUMN dan BUMD itu adalah 2 persen (pekerja dan itu sama),” terangnya.

Memang, tambah dia, kenapa perusahaan yang dari tadi diberi penekanan, karena di sana tidak banyak atau tidak memenuhi kriteria aturan yang ada. “Kebetulan juga saya dari Disnaker. Saya juga sangat kaget. Masih teringat betul. Ketika data yang saya peroleh, dan data itu ada di hubungan industrial, loh kenapa penyandang disabilitas yang bekerja di sini cuma sekian.”

“Tapi alhamdulillah Pemda lebih besar daripada perusahaan. Sehingga kita tekankan mudah-mudahan ke depannya nanti perusahaan pun juga bisa memenuhi angka 2 persen pekerja disabilitas,” tambahnya.

Terkait penghargaan, dia mengatakan dalam raperda kita sudah terakomodir. “Bagaiamana penghargaan itu bisa kita akomodir, itu tertera di pasal 80. Jadi bukan hanya perusahaan pak, tapi orang perseorangan juga kita akan berikan,” terangnya.

Menanggapi pertanyaan kedua dari pihak perusahaan, Kabag Hukum mengatakan untuk kriteria disabilitas sebenarnya ketika pekerja mengalami kecelakaan kerja.

“Misalnya tangannya terpotong, nah itu bisa masuk sebagai penyandang disabilitas pak. Bukan hanya dilihat dari ketika di awal masuk, dia harus sudah disabilitas,” ucapnya.

“Ketika kami mendata pekerjaan itu, kami pun dengan mediator dan teman-teman dari perangkat kerja berdiskusi dan memperjelasnya. Manakah yang dimaksud dengan penyandang disabilitas. Apakah yang ketika baru mulai kerja, ataukah yang sudah bekerja kemudian mengalami kecelakaan. Jadi pada intinya termasuk mereka yang mengalami kecelakaan kerja,” pungkasnya. (Adv)

Penulis: AgEditor: Redaksi