DIGTALPOS.com, Bontang – Forum Jurnalis Bontang (FJB) melaksanakan pelatihan peningkatan kapasitas internal, Sabtu (13/05), di Kafe Losari. Melalui Bidang Keanggotaan dan Pendidikan, program bertema “Keamanan dan Etika Jurnalis di Tengah Kepungan Digital” tersebut dirangkai diskusi santai antara narasumber dengan puluhan peserta.
Kegiatan tersebut untuk menjawab persiapan jurnalis dalam meliput yang masih kerap diabaikan. Sering kali penugasan yang diberikan, dijawab tanpa pertimbangan. Termasuk pula dari sisi keamanan digital. Dari sisi penulisan, masih ditemui pemberitaan yang tidak berpihak kepada korban, terutama anak. Sebaliknya, justru mengeksploitasi mereka.
Belasan jurnalis dari berbagai media disuguhkan tiga materi. Di antaranya, Keamanan Digital yang dibawakan Aji Sapta Dian Abdi, Kemaanan Holistik oleh Sari, dan Penulisan Berita Ramah Anak yang disampaikan Kartika Anwar.
Dalam materi keamanan digital, salah satu yang menjadi poin penting bagi jurnalis untuk melaksanakan tugas jurnalistik, yakni bagaimana mengelola keamanan sebelum dan pascaliputan. Seperti kebocoran data pribadi dan lainnya.
Pelatihan menjadi menarik, lantaran peserta terus memberikan umpan balik pemaparan narasumber. Sehingga dalam penyampaian materi diselingi dengan diskusi. Pun materi kedua soal keamanan holistik. Sari yang merupakan jurnalis PKTV, menggarisbawahi salah satu poin yang kerap diabaikan saat ingin melakukan peliputan di wilayah konflik ataupun daerah bencana alam.
“Satu contoh, teman-teman setidaknya menyiapkan keperluan obat-obatan saat meliput daerah bencana alam. Kemudian, meliput di wilayah konflik, paling tidak mengenali lingkungan tujuan kita bertugas. Ini tidak bisa disepelekan,” jelasnya.
Diskusi demi diskusi yang diikuti peserta menjadi warna tersendiri dalam peningkatan kapasitas anggota FJB kali ini. Memasuki materi ketiga, penulisan ramah anak juga penting. Sebab tak dimungkiri, kerap kali ditemukan jurnalis tidak mengetahui batasan penulisan ramah anak.
“Biasanya jurnalis menulis identitas anak, bahkan keluarganya. Selama anak tersebut masih bawah umur, korban maupun pelaku harus disamarkan. Ini yang sering dilupakan sama teman-teman,” sebut Kartika Anwar dalam memaparkan materi.
Dalam kasus pemerkosaan misalnya, jurnalis juga tidak diperbolehkan menggambarkan secara detail atas apa yang dialami korban maupun yang dilakukan pelaku. “Sudah diperkosa, kemudian ‘diperkosa’ lagi melalui penulisan berita,” tambahnya.
Sejak materi pertama hingga ketiga, peserta tentu mendapat pengetahuan tambahan dalam menjalankan kerja jurnalistiknya. Sementara itu, Ketua FJB Herdi Jafar mengatakan, pelatihan seperti ini akan terus diadakan bagi anggota dan pengurus Forum Jurnalis Bontang.
“Saya pribadi masih perlu belajar lebih banyak lagi. Bahkan dari tiga materi hari ini, ada pengetahuan baru yang saya peroleh. Artinya apa, pemahaman jurnalis harus selalu ditingkatkan,” katanya.
Di akhir, Herdi menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya pelatihan ini dalam rangka peringatan Hari Kebebasan Pers se-Dunia 2023. Terutama kepada panitia, peserta dan narasumber yang sudah meluangkan waktunya untuk menyukseskan kegiatan tersebut. (*)