DIGTALPOS.com, Samarinda – Pemerintah melarang impor pakaian bekas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Pelarangan impor pakaian bekas ini dalam rangka melindungi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini menimbulkan keresahan di kalangan pedagang yang selama ini sangat bergantung dari penjualan baju bekas impor.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono, mendorong pemerintah memberikan solusi lantaran para pedagang pakaian bekas telah bejualan sejak lama, dan tidak mematikan usaha pedagang.
“Kalau saya berharap ada solusi bagi pedagang yang menjual pakaian bekas, bagaimana bisa diberikan relaksasi, dibuatkan saja aturan main, sehingga tidak mematikan usaha pedagang yang sejak lama berkecimpung di situ,” ucap Nidya, Senin (27/3/2023).
Dirinya berharap pemerintah lebih bijak mengatasi masalah ini, dengan meminta pemerintah mengevaluasi larangan impor barang bekas, salah satunya impor pakaian bekas. Kalaupun ada larangan segera diberlakukan regulasi seperti apa.
“Kalau menurut saya aturan larangan tersebut harus jelas, seperti apa itu aturannya,” ungkapnya.
Dalam praktiknya pakaian bekas memberi kesempatan masyarakat kelas bawah mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga murah.
Ia menjelaskan, ketika pakaian bekas impor banyak masuk, ada lapisan masyarakat yang secara langsung diuntungkan sejak proses impor sampai penjualan eceran. Masyarakat umum diuntungkan karena uang yang perlu dibelanjakan untuk pakaian lebih sedikit.
“Pada saat ini, ada fenomena thrifting, baju bekas bermerek dan berkualitas diperjualbelikan dengan harga lebih murah dari harga baru. Ada masyarakat yang senang bisa mendapatkan merek idamannya dengan harga yang murah,” kata Nidya.
Di sisi lain, ia juga mendukung kebijakan tersebut, dengan mengapresiasi langkah pemerintah untuk melindungi produk dalam negeri. Tentunya dengan peningkatan kualitas produk dalam negeri itu sendiri. (ADV/DPRD Kaltim)